31 Mei 2012

Pendidikan dan Pembangunan_Artikel

PEMBANGUNAN BERKELANGJUTAN DAN PENDIDIKAN
  Generasi muda adalah masa depan Timor Leste
“Antara realitas dan Slogan para Politisi”

 
Oleh Crispin da Costa Perreira

Sadar atau tidak sampai hari kita sangat prihatin dengan apa yang terjadi di negara kita yakni perhatian negara terhadap sektor pendidikan yang sangat rendah. Pembangunan berlanjutan bukan sebuah slogan yang mudah diucapkan oleh siapa saja lebih-lebih para politisi tetapi ucapan itu bagi rakyat penuh makna, terutama rakyat miskin karena bagi mereka hanya pendidikanlah yang akan membawa sebuah perubahan bagi hidupnya, ekonomi keluarganya, lingkungan sosialnya, aldeianya, suconya, dan seterusnya dan akhirnya berdampak bagi negara. Wujud kemerdekaan harus dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, mereka yang ada di kampung-kampung/pelosok atau daerah terisolasi seperti WAIMORI, sub distrik Fatumea dan Fatululik namun wujud tersebut kalihatannya hanya impian bagi rakyat miskin di Timor Leste karena kenyataannya negara tidak serius mengubah harapan dan impian mereka. Mereka akan terbelenggu oleh kemiskinan, pendidikan yang rendah, fasilitas kesehatan yang rendah, kurang gizi, perumahan yang tidak layak, yang lebih parah adalah MEREKA TIDAK MEMILIKI PILIHAN KARENA TIDAK MEMPUNYAI KEMAMPUAN. Kalau demikian dalam konteks kenegaraan kita, siapa yang bertangungjawab atas penderitaan mereka? Bagi saya ini adalah tangungjawab negara yang telah diamanatkan  dalam Konstitusi RDTL pasal 59 ” ayat 1. Estadu rekuinece no garante sidadaun hotu nia direitu ba edukasaun no kultura, nune’e mos hari’i sistema encino baziku universal, obrigatoriu no wainhira bele saugati, tuir lei haruka. Dan ayat 4. Estadu tenki garante ba sidadaun hotu-hotu, tuir sira nia kapacidade, atu bele hetan eskola boot kona ba investigasaun no sientifika no hamoris/haburas arte ”.
Kutipan konstitusi RDTL merupakan landasan bagi pemerintah dalam menyediakan pendidikan yang layak kepada seluruh rakyat Timor Leste dan menjamin semua generasi agar semua berpatisipasi dalam pendidikan. Tidak ada alasan bagi negara atau pemerintah untuk tidak menjalankan amanat Undang-undang Dasar tersebut, demi menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai jaminan bagi pembangunan di masa depan yang berkelangjutan. Tetapi sangat aneh, ini menjadi perjuangan rakyat maubere sekali lagi agar dapat membebaskan dirinya dari penyakit kemiskinan dan menjadi manusia yang mempunyai hak atas sebuah kedudukan didalam Republik Demokrasi Timor Leste. Sebuah impian masyarakat yang tulus, namun selalu dihalangi oleh tembok kekuasaan dan elite politik sehingga rakyat akan menjadi korban di negerinya sendiri. Apakah ini sebuah realitas? 


Tidak ada Political will pemerintah dalam membangun pendidikan sebagai basis bagi pembangunan berkelangjutan adalah fakta.....

Amanat Konstitusi sudah dirumuskan dengan sangat jelas, nah bagaimana implementasinya? Pemerintah dan Parlamen sebagai pelaksana amanat konstitusi hingga saat ini sangat tidak memihak pada kepentingan rakyat, ini jelas terwujud pada dua pendekatan: 1). Komitmen: dua lembaga negara (pemerintah dan parlamen) ini dalam membahas masalah pendidikan belum dianggap sebagai isu serius dan sentral demi pembangunan Timor Leste berkelangjutan, tidak ada penegasan yang jelas tentang konsep pembangunan pendidikan ke depan, menurut saya harus ada sebuah aturan main yang tegas dalam menjalankan amanat konstitusi tersebut atau konkritnya pemerintah dan parlamen harus membuat undang-undang yang mengatur tentang anggaran pendidikan agar tidak dipolitisir setiap tahun atau setiap pergantian pemerintahan sehingga ada kejelasan atau arah pembangunan pendidikan yang bisa diharapkan oleh masyarakat. Dibanyak negara telah memutuskan anggaran pendidikan dalam bentuk Undan-undang, misalnya Indonesia anggaran pendidikan nasional sebesar 20,2% dari Aanggaran Pemdapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya. Artinya siapa saja yang memerintah anggaran pendidikan akan sebesar itu dari ABPN setiap tahunnya sehingga pembahasan lebih fokus pada rencana. Lalu yang ke 2). Anggaran pendidikan perlu ditingkatkan. Untuk menindaklangjuti poin pertama harus disertai dengan anggaran yang memadai. Kenaikan anggaran pendidikan akan menjadi salah satu indikasi pemerintah dalam memperbahrui dunia pendidikan kita sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Dan sejauh ini, belum terlihat pada anggaran pendidikan nasional kita. Investasi untuk pendidikan publik merupakan sebuah keharusan bagi negara dalam menyediakan pendidikan yang bermutu dan murah bagi warganya karena mayoritas masih dibawah garis kemiskinan. Namun hal tersebut belum tercermin dalam anggaran negara seperti pada tabel pada OJE 2008, 2009, 2010):
Tahun
(Jutaan $)
Total APBN
(jutaan $)
%
Kontribusi
2008
51,369
788,312
7
2009
62,570
680,873
9
2010
63,986
636,859
10
2011
70,139
985,000
7
Laporan APBN yang telah diolah, untuk 2011 masih dalam pembahasan parlamen



Gambaran APBN ini merupakan sebuah fakta bagi kita bahwa negara (pemerintah dan parlamen)  tidak memeliki konsestensi dalam membangun masyarakatnya agar keluar dari kebodohan dan membiarkan kemiskinan menjadi bagian hidup. Perkembangan anggaran pendidikan diatas merupakan bukti betapa pemerintah mempermainkan masa depan anak-anak dan generasi muda sekarang dengan menurunkan anggaran menjadi 7% yang ujung-ujungnya akan menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak menyediakan fasilitas pendidikan yang berkualitas. Tuntutan kenaikan anggaran pendidikan merupakan hal yang wajar karena APBN 2012 miliar dolar lebih amerika sesuai dengan rancangan yang diajukan pemerintah kemungkinan bertambah karena sedang dalam pembahasan. Jika persentasi anggaran negara untuk sektor pendidikan bertambah maka akan menjadi salah bukti keseriusan pemerintah untuk membangun sektor ini, tetapi nampaknya kemungkinan itu tidak akan terjadi pada tahun ini. Atau jika anggaran tersebut tetap di pertahankan oleh para peminpin bangsa ini maka secara perlahan-lahan para pengambil kebijakasaan akan membunuh rakyatnya dan tinggal segilintir orang yang menikmati kemerdekaan ini. Dan ada kecenderungan pada massa yang datang kekuasaan di negeri ini akan menjadi exlusive atau hanya diduduki oleh golongan dan kelompok berkuasa sekarang. Mengapa? Kaum kecil yang miskin tidak memeliki pendidikan yang cukup untuk menduduki jabatan-jabatan atau anak-anak maubere hanya kuliah di dalam negeri sehingga divonis tidak berkualitas jika dibandingkan anak-anak penguasa yang ijazahnya dari luar negeri.
Generasi muda adalah masa depan bangsa
 “ antara realitas dan slogan para politisi”

Sebuah kalimat yang sangat doyang diucapkan oleh para politisi di negeri ini yang tidak terbatas pada ruang dan waktu, artinya dimana saja mereka berada ucapan tersebut menjadi hal biasa. Bagi para politisi/penguasa yang penting kepentingan dan kekuasaan mereka terjamin dan aman. Masyarakat dibius dengan kata-kata manis pada saat kampanye dengan lantang menyeriakan kepada kaum muda bahwa ” Hei anak-anak, kamu adalah generasi masa depan bangsa, atau ada yang mengatakan generasi muda adalah generasi penerus bangsa”. Lalu apa buktinya kalau penedidikan anak-anak itu cuma sekolah menengah, sedangkan kondisi sekolah dibiarkan hancur, UNTL yang merupakan perguruan tinggi favorit rakyat dibuat sangat sempit dan nyaris tanpa fasilitas yang memadai, janji menteri pendidikan untuk mengembangkan perguruan tinggi negeri menjadi sampah, peningkatan mutu pendidikan dengan model membunuh perguruan swasta, dan pendidikan Timor Leste penuh dengan polemik dan retorika. Jadi benarkah itu merupakan slogan para politisi  supaya mendorong  tujuan mereka bisa tercapai, dan setelah itu apa yang mereka lakukan kepada anak-anak dan kaum muda seperti slogan diatas? Mereka tidak mau tahu, dan sibuk membagi kekuasan dan proyek-proyek yang menghabiskan anggaran negara dengan atas nama rakyat miskin. Sehingga rakyat jadi korban ke tiga kalinya lagi ( setelah korban untuk kemerdekaan, kampanye politik, dan kebijaksanaan anggaran ).
Retorika ini terlihat sangat jelas dengan melihat bagaimana komitmen pemerintah membangun fasilitas-fasilitas pendidikan (gedung, meja dan kursi, guru-guru, laboratorium) yang tidak memadai bagi rakyat Timor Leste, kurikulum nasional yang tidak jelas, kualitas pendidikan yang dibangun bukan dari bawah tetapi dari atas artinya arkreditasi dunia pendidikan mulai dari perguruan tinggi lalu ke sekolah dasar menjadi hal yang aneh bagi wajah pendidikan kita. Para pendidik dipaksa harus berurusan dengan dialog-dialog yang diadakan oleh pemerintah akibat kabijakan yang tidak membangun sehingga menyelantarkan anak-anak sekolah, fasilitas untuk guru-guru pedesaan sangat mempritinkan tetapi dibiarkan.  Kalau keadaannya seperti ini maka apa yang terjadi dengan generasi muda dan anak-anak yang katanya merupakan penerus bangsa? Atau ini merupakan sebuah kebohongan yang dilakukan para penguasa terhadap masyarakat kecil?
Fakta menunjukkan bahwa ada unsur kesengajaan dan kepentingan dalam membangun sekolah-sekolah publik yang akan digunakan oleh masyarakat kurang mampu, hal ini terlihat dari sikap kementrian pendidikan yang kelihatan sangat arogan dalam menanggapi informasi/keluhan dan kerusakan fasilitas pendidikan yang disampaikan oleh masyarakat. Dan cenderung dibiarkan kerusakan-kerusakan itu terjadi seperti yang kita jumpai di beberapa sekolah publik di kota Dili. Ini sama dengan membunuh generasi muda secara perlahan-lahan sehingga tongkat kekuasaan tidak boleh jatuh ke tangan masyarakat miskin. Fakta lain adalah bahwa ada unsur kesengajaan dalam membangun sekolah-sekolah publik karena anak-anak pejabat (mulai dari presiden sampai direktur) tidak sekolah di sekolah-sekolah negeri termasuk UNTL sehingga tidak ada niat/usaha untuk memperbaiki infrastruktur dan fasilitas pendidikan publik. Pada hal bagi masyarakat kurang mampu sekolah publik dan UNTL adalah harapan satu-satunya bagi mereka untuk menyekolahkan anaknya. Kecenderungan ini akan secara tidak langsung berpengaruh pada kebijakan pemerintah dalam memperbaiki fasilitas-fasilitas yang sudah tidak layak lagi digunakan tetapi harus tetap dipakai karena tidak ada alternatif. Dan rakyat justru ragu atas sentimen memiliki dan rasa nasionalisme peminpin bangsa dalam membangun republik ini ke depan.


Kebijakan ME tentang UNTL dan Kepentingan Publik
Mengapa UNTL? Tulisan ini memuat kisah para orang tua di desa-desa yang memiliki impian agar anak-anaknya bisa melangjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tetapi biayanya murah seperti UNTL. Mereka selalu membayankan perbaikan nasib keluarga, rumah mereka, makan mereka, dan pendapatan yang lebih baik lagi dari kondisi sekarang. Mereka juga sadar bahwa tanpa pendidikan tidak akan ada yang merubah nasib mereka seperti saat ini, mereka juga tidak mau kemiskinan merupakan bagian dari sisa hidup. Oleh karena itu ketika terjadi polemik status UNTL dan disertai demonstrasi mahasiswa mereka sangat kwatir terhadap  nasib anak-anak mereka ke depannya.
Pertama; Ketidakjelasan ini merupakan bukti lain dari para penguasa dalam membangun dunia pendidikan tinggi yang murah dan berkualitas bagi rakyat. Mereka sengaja mempolitisasi keberadaan UNTL sebagai universitas rakyat agar tidak berkembang, hal yang sungguh menyakitkan hati rakyat kecil. Tetapi sebenarnya ME sendiri bagian daripada keberadaan UNTL itu dan jelas milik negara, dan kalau ada yang meragukan status UNTL maka saya kira keraguan ini harus diusut tuntas baik internal UNTL dan kementrian pendidikan yang mancoba memertanyakan status UNTL (hal ini terlihat dari pembahasan AD-ART UNTL yang tidak ada ujung pangkalnya). Bukti kepemilikan sudah jelas bahwa mulai dari fasilitas, anggaran dan tenaga pengajarnya dari pemerintah kok masih mempertanyakannya, (ada apa ini?) beginikah membangun pendidikan milik rakyat?
Kedua; intervensi pemerintah dalam membatasi penerimaan mahasiswa baru dinilai tidak adil bagi rakyat dan tidak rasional, serta terkesan ada kepentingan-kepentingan lain yang berhubungan dengan investasi swasta dalam dunia pendidikan di Timor Leste. Ketidakadilan tersebut merujuk pada lulusan sekolah menengah setiap tahun berkisar 15 ribu sampai 17 ribu, namun yang tertampung di UNTL hanya 2 ribu/11% saja. Sisanya sekitar 1000 (5%) diperkirakan ditampung di perguruan tinggi swasta termasuk yang kuliah ke luar negeri, da sisa 14 ribu (84%) akan menjadi pengangguran. Ketidakadilan lain adalah bahwa masyarakat Timor Leste mayoritas masih miskin sehingga pembatasan semacam itu akan menghambat hak kaum muda negeri ini untuk akses ke perguruan tinggi.
Dilain pihak alasan pembatasan itu tidak jelas dan masyarakat sudah dibohongi oleh mentri pendidikan yang menjanjikan pengembangan perguruan tinggi negeri di distrik Suai dan Lospalos yang tinggal janji. Oleh karena itu yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah mempersiapkan UNTL untuk menampung calon mahasiswa baru dengan kuota minimal 50% dari lulusan sekolah menengah pada setiap tahunnya.
Tidak ada Upaya lepas dari ketergantungan
Membangun dunia pendidikan baik dan berkualitas merupakan hal yang harus dipikirkan oleh para peminpin bangsa agar kedepan kita tidak lagi tergantung pada negara lain dalam penyadiaan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing. Saat ini jumlah mahasiswa kita yang sedang kuliah di luar negeri terutama Indonesia sekitar 5000 lebih, jumlah ini menunjukkan kepada kita bahwa betapa buruknya pembangunan dunia pendidikan perguruan kita sehingga masyarakat memilih keluar. Ada beberapa alasan mengapa generasi muda memilih pendidikan tinggi luar: Alasan pertama; kualitas pendidikan di Timor Leste masih rendah dan fasilitasnya sangat terbatas, termasuk UNTL yang merupakan universitas publik. Alasan Kedua; Kuota yang disediakan oleh UNTL sangat sedikit sehingga memaksa para orang tua untuk melangjutkan pendidikan ke luar negeri. Aasan ketiga; biaya pendidikan tinggi swasta yang sangat mahal jika dibandingkan pendidikan tinggi di Indonesia.

Penutup

Rekomendasi:
Pertama; Untuk menyelamatkan anak-anak dan generasi muda sekarang, maka sebaiknya pemerintah dan parlamen segera dan wajib membuat undang undang tentang anggaran pendidikan sebagai bukti konkrit sehingga ada sebuah jaminan untuk pembangunan pendidikan ke depan. Hal ini sudah menjadi kewajiban yang telah diamanatkan dalam konstitusi RDTL pasal 59. Kedua; Peminpin bangsa harus membutikan pada rakyat bahwa “ Generasi muda adalah masa depan bangsa” bukan suatu slogan dan retorika, dan tunjukkan kepada rakyat di negeri ini bahwa mereka juga mempunyai kesempatan yang sama dengan para penguasa. Kekwatiran kita adalah para penguasa sekarang mempersiapkan anak-anaknya dengan menyekolahkan ke luar negeri dan setelah 3 atau 4 tahun kembali mengambil tongkat kekuasaan dari sang bapak. Indikasi itu terlihat dari PEMBATASAN PENRIMAAN MAHASISWA BARU YANG KEBANYAKAN RAKYAT KECIL untuk masuk perguruan tinggi negeri. Hal lain yang kita lihat adalah ada unsur kesengajaan dalam membangun sektor pendidikan publik yang layak dan manusiawi bagi kepentingan rakyat miskin. Ketiga; Jabatan publik yang dipangku oleh penguasa harus digunakan untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan pribadi. Seperti pulalah melihat kondisi UNTL, jangan membuat kebijakan berdasarkan kepentingan pribadi. Legalitas UNTL tidak perlu ditanyakan lagi oleh mentri pendidikan tetapi bagaiman rasa tangjawabnya sebagai pelayan masyarakat untuk membangun generasi berikutnya. Keempat; Sudah saatnya pemerintah atau negara mulai menekan ketergantungan Timor Leste dalam penyediaan sumber daya manusia dari negara lain. Hal ini bisa berkurang dengan membangun sistem pendidikan yang berkualitas. Kelima; parlamen sebagai wakil rakyat jangan hanya berbicara kepentingan kelompok atau pribadi tetapi lihat masa depan bangsamu, jika masyarakat miskin Anda biarkan mereka bodoh sama halnya ingin mereka tetap miskin dan membunuh mereka secara perlahan-lahan. Anehnya ketika menjalan kematian rakyatmu yang miskin, kamu ( hai parlamen ) akan datang memberi pertolongan tetapi masih selalu meminta imbalan atau harta suara mereka pada pemilihan umum 2012. Adeus,,,,,Maofi Perreira.

Crispin da Costa Perreira. Dosen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Dili (UNDIL). Sarjana Ekonomi diperoleh dari Universitas Janabadra Yogyakarta pada tahun 2003. Kemudian menyelesaikan studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan (M.Si) pada Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta tahun 2012. Selain mengajar, juga sebagai peneliti dan aktivitis pada beberapa organisasi kepemudaan di beberapa kampus dan LSM. Waktu luang lain digunakan untuk menulis artikel artikel tentang masalah ekonomi dan sosial.

Tidak ada komentar: