Generasi muda adalah masa depan Timor Leste
“Antara realitas dan Slogan para Politisi”
Oleh Crispin da Costa Perreira
Sadar atau tidak sampai hari kita sangat prihatin dengan
apa yang terjadi di negara kita yakni perhatian negara terhadap sektor
pendidikan yang sangat rendah. Pembangunan berlanjutan bukan sebuah slogan yang
mudah diucapkan oleh siapa saja lebih-lebih para politisi tetapi ucapan itu bagi
rakyat penuh makna, terutama rakyat miskin karena bagi mereka hanya
pendidikanlah yang akan membawa sebuah perubahan bagi hidupnya, ekonomi
keluarganya, lingkungan sosialnya, aldeianya, suconya, dan seterusnya dan
akhirnya berdampak bagi negara. Wujud kemerdekaan harus dirasakan oleh semua
lapisan masyarakat, mereka yang ada di kampung-kampung/pelosok atau daerah
terisolasi seperti WAIMORI, sub distrik Fatumea dan Fatululik namun wujud
tersebut kalihatannya hanya impian bagi rakyat miskin di Timor Leste karena
kenyataannya negara tidak serius mengubah harapan dan impian mereka. Mereka
akan terbelenggu oleh kemiskinan, pendidikan yang rendah, fasilitas kesehatan
yang rendah, kurang gizi, perumahan yang tidak layak, yang lebih parah adalah
MEREKA TIDAK MEMILIKI PILIHAN KARENA TIDAK MEMPUNYAI KEMAMPUAN. Kalau demikian
dalam konteks kenegaraan kita, siapa yang bertangungjawab atas penderitaan
mereka? Bagi saya ini adalah tangungjawab negara yang telah diamanatkan dalam Konstitusi RDTL pasal 59 ” ayat 1.
Estadu rekuinece no garante sidadaun hotu nia direitu ba edukasaun no kultura,
nune’e mos hari’i sistema encino baziku universal, obrigatoriu no wainhira bele
saugati, tuir lei haruka. Dan ayat 4. Estadu tenki garante ba sidadaun
hotu-hotu, tuir sira nia kapacidade, atu bele hetan eskola boot kona ba
investigasaun no sientifika no hamoris/haburas arte ”.
Kutipan konstitusi RDTL merupakan
landasan bagi pemerintah dalam menyediakan pendidikan yang layak kepada seluruh
rakyat Timor Leste dan menjamin semua generasi agar semua berpatisipasi dalam
pendidikan. Tidak ada alasan bagi negara atau pemerintah untuk tidak menjalankan
amanat Undang-undang Dasar tersebut, demi menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas sebagai jaminan bagi pembangunan di masa depan yang berkelangjutan.
Tetapi sangat aneh, ini menjadi perjuangan rakyat maubere sekali lagi agar
dapat membebaskan dirinya dari penyakit kemiskinan dan menjadi manusia yang
mempunyai hak atas sebuah kedudukan didalam Republik Demokrasi Timor Leste.
Sebuah impian masyarakat yang tulus, namun selalu dihalangi oleh tembok kekuasaan
dan elite politik sehingga rakyat akan menjadi korban di negerinya sendiri.
Apakah ini sebuah realitas?
Tidak ada Political will pemerintah dalam membangun pendidikan sebagai basis bagi pembangunan berkelangjutan adalah fakta.....
Amanat Konstitusi sudah dirumuskan dengan sangat jelas,
nah bagaimana implementasinya? Pemerintah dan Parlamen sebagai pelaksana amanat
konstitusi hingga saat ini sangat tidak memihak pada kepentingan rakyat, ini
jelas terwujud pada dua pendekatan: 1). Komitmen: dua lembaga negara
(pemerintah dan parlamen) ini dalam membahas masalah pendidikan belum dianggap sebagai
isu serius dan sentral demi pembangunan Timor Leste berkelangjutan, tidak ada
penegasan yang jelas tentang konsep pembangunan pendidikan ke depan, menurut
saya harus ada sebuah aturan main yang tegas dalam menjalankan amanat
konstitusi tersebut atau konkritnya pemerintah dan parlamen harus membuat undang-undang
yang mengatur tentang anggaran pendidikan agar tidak dipolitisir setiap tahun
atau setiap pergantian pemerintahan sehingga ada kejelasan atau arah
pembangunan pendidikan yang bisa diharapkan oleh masyarakat. Dibanyak negara
telah memutuskan anggaran pendidikan dalam bentuk Undan-undang, misalnya
Indonesia anggaran pendidikan nasional sebesar 20,2% dari Aanggaran Pemdapatan
dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya. Artinya siapa saja yang memerintah
anggaran pendidikan akan sebesar itu dari ABPN setiap tahunnya sehingga
pembahasan lebih fokus pada rencana. Lalu yang ke 2). Anggaran pendidikan perlu
ditingkatkan. Untuk menindaklangjuti poin pertama harus disertai dengan
anggaran yang memadai. Kenaikan anggaran pendidikan akan menjadi salah satu
indikasi pemerintah dalam memperbahrui dunia pendidikan kita sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi. Dan sejauh ini, belum terlihat pada anggaran
pendidikan nasional kita. Investasi untuk pendidikan publik merupakan sebuah
keharusan bagi negara dalam menyediakan pendidikan yang bermutu dan murah bagi
warganya karena mayoritas masih dibawah garis kemiskinan. Namun hal tersebut belum
tercermin dalam anggaran negara seperti pada tabel pada OJE 2008, 2009, 2010):
Tahun
|
(Jutaan $)
|
Total APBN
(jutaan $)
|
%
Kontribusi
|
2008
|
51,369
|
788,312
|
7
|
2009
|
62,570
|
680,873
|
9
|
2010
|
63,986
|
636,859
|
10
|
2011
|
70,139
|
985,000
|
7
|
Laporan APBN yang telah
diolah, untuk 2011 masih dalam pembahasan parlamen
|
Gambaran
APBN ini merupakan sebuah fakta bagi kita bahwa negara (pemerintah dan
parlamen) tidak memeliki konsestensi
dalam membangun masyarakatnya agar keluar dari kebodohan dan membiarkan kemiskinan
menjadi bagian hidup. Perkembangan anggaran pendidikan diatas merupakan bukti
betapa pemerintah mempermainkan masa depan anak-anak dan generasi muda sekarang
dengan menurunkan anggaran menjadi 7% yang ujung-ujungnya akan menjadi alasan
bagi pemerintah untuk tidak menyediakan fasilitas pendidikan yang berkualitas. Tuntutan
kenaikan anggaran pendidikan merupakan hal yang wajar karena APBN 2012 miliar
dolar lebih amerika sesuai dengan rancangan yang diajukan pemerintah kemungkinan
bertambah karena sedang dalam pembahasan. Jika persentasi anggaran negara untuk
sektor pendidikan bertambah maka akan menjadi salah bukti keseriusan pemerintah
untuk membangun sektor ini, tetapi nampaknya kemungkinan itu tidak akan terjadi
pada tahun ini. Atau jika anggaran tersebut tetap di pertahankan oleh para
peminpin bangsa ini maka secara perlahan-lahan para pengambil kebijakasaan akan
membunuh rakyatnya dan tinggal segilintir orang yang menikmati kemerdekaan ini.
Dan ada kecenderungan pada massa yang datang kekuasaan di negeri ini akan
menjadi exlusive atau hanya diduduki oleh
golongan dan kelompok berkuasa sekarang. Mengapa? Kaum kecil yang miskin tidak
memeliki pendidikan yang cukup untuk menduduki jabatan-jabatan atau anak-anak
maubere hanya kuliah di dalam negeri sehingga divonis tidak berkualitas jika
dibandingkan anak-anak penguasa yang ijazahnya dari luar negeri.
Generasi muda
adalah masa depan bangsa
“ antara realitas dan slogan para politisi”
Sebuah kalimat yang sangat doyang
diucapkan oleh para politisi di negeri ini yang tidak terbatas pada ruang dan
waktu, artinya dimana saja mereka berada ucapan tersebut menjadi hal biasa. Bagi
para politisi/penguasa yang penting kepentingan dan kekuasaan mereka terjamin
dan aman. Masyarakat dibius dengan kata-kata manis pada saat kampanye dengan
lantang menyeriakan kepada kaum muda bahwa ” Hei anak-anak, kamu adalah generasi masa
depan bangsa, atau ada yang mengatakan generasi muda adalah generasi penerus
bangsa”. Lalu apa buktinya kalau penedidikan anak-anak itu cuma sekolah
menengah, sedangkan kondisi sekolah dibiarkan hancur, UNTL yang merupakan perguruan
tinggi favorit rakyat dibuat sangat sempit dan nyaris tanpa fasilitas yang
memadai, janji menteri pendidikan untuk mengembangkan perguruan tinggi negeri
menjadi sampah, peningkatan mutu pendidikan dengan model membunuh perguruan
swasta, dan pendidikan Timor Leste penuh dengan polemik dan retorika. Jadi
benarkah itu merupakan slogan para politisi
supaya mendorong tujuan mereka bisa
tercapai, dan setelah itu apa yang mereka lakukan kepada anak-anak dan kaum muda
seperti slogan diatas? Mereka tidak mau tahu, dan sibuk membagi kekuasan dan
proyek-proyek yang menghabiskan anggaran negara dengan atas nama rakyat miskin.
Sehingga rakyat jadi korban ke tiga kalinya lagi ( setelah korban untuk
kemerdekaan, kampanye politik, dan kebijaksanaan anggaran ).
Retorika ini terlihat sangat jelas
dengan melihat bagaimana komitmen pemerintah membangun fasilitas-fasilitas
pendidikan (gedung, meja dan kursi, guru-guru, laboratorium) yang tidak memadai
bagi rakyat Timor Leste, kurikulum nasional yang tidak jelas, kualitas
pendidikan yang dibangun bukan dari bawah tetapi dari atas artinya arkreditasi
dunia pendidikan mulai dari perguruan tinggi lalu ke sekolah dasar menjadi hal
yang aneh bagi wajah pendidikan kita. Para pendidik dipaksa harus berurusan
dengan dialog-dialog yang diadakan oleh pemerintah akibat kabijakan yang tidak
membangun sehingga menyelantarkan anak-anak sekolah, fasilitas untuk guru-guru
pedesaan sangat mempritinkan tetapi dibiarkan. Kalau keadaannya seperti ini maka apa yang
terjadi dengan generasi muda dan anak-anak yang katanya merupakan penerus
bangsa? Atau ini merupakan sebuah kebohongan yang dilakukan para penguasa
terhadap masyarakat kecil?
Fakta menunjukkan bahwa ada unsur
kesengajaan dan kepentingan dalam membangun sekolah-sekolah publik yang akan
digunakan oleh masyarakat kurang mampu, hal ini terlihat dari sikap kementrian
pendidikan yang kelihatan sangat arogan dalam menanggapi informasi/keluhan dan
kerusakan fasilitas pendidikan yang disampaikan oleh masyarakat. Dan cenderung
dibiarkan kerusakan-kerusakan itu terjadi seperti yang kita jumpai di beberapa
sekolah publik di kota Dili. Ini sama dengan membunuh generasi muda secara
perlahan-lahan sehingga tongkat kekuasaan tidak boleh jatuh ke tangan
masyarakat miskin. Fakta lain adalah bahwa ada unsur kesengajaan dalam
membangun sekolah-sekolah publik karena anak-anak pejabat (mulai dari presiden
sampai direktur) tidak sekolah di sekolah-sekolah negeri termasuk UNTL sehingga
tidak ada niat/usaha untuk memperbaiki infrastruktur dan fasilitas pendidikan
publik. Pada hal bagi masyarakat kurang mampu sekolah publik dan UNTL adalah
harapan satu-satunya bagi mereka untuk menyekolahkan anaknya. Kecenderungan ini
akan secara tidak langsung berpengaruh pada kebijakan pemerintah dalam
memperbaiki fasilitas-fasilitas yang sudah tidak layak lagi digunakan tetapi
harus tetap dipakai karena tidak ada alternatif. Dan rakyat justru ragu atas sentimen
memiliki dan rasa nasionalisme peminpin bangsa dalam membangun republik ini ke
depan.
Kebijakan ME tentang UNTL dan Kepentingan Publik
Mengapa
UNTL? Tulisan ini memuat kisah para orang
tua di desa-desa yang memiliki impian agar anak-anaknya bisa melangjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tetapi biayanya murah seperti UNTL.
Mereka selalu membayankan perbaikan nasib keluarga, rumah mereka, makan mereka,
dan pendapatan yang lebih baik lagi dari kondisi sekarang. Mereka juga sadar
bahwa tanpa pendidikan tidak akan ada yang merubah nasib mereka seperti saat
ini, mereka juga tidak mau kemiskinan merupakan bagian dari sisa hidup.
Oleh karena itu ketika terjadi polemik status UNTL dan disertai demonstrasi
mahasiswa mereka sangat kwatir terhadap nasib anak-anak mereka ke depannya.
Pertama;
Ketidakjelasan ini merupakan bukti lain dari para penguasa dalam membangun
dunia pendidikan tinggi yang murah dan berkualitas bagi rakyat. Mereka sengaja
mempolitisasi keberadaan UNTL sebagai universitas rakyat agar tidak berkembang,
hal yang sungguh menyakitkan hati rakyat kecil. Tetapi sebenarnya ME sendiri
bagian daripada keberadaan UNTL itu dan jelas milik negara, dan kalau ada yang
meragukan status UNTL maka saya kira keraguan ini harus diusut tuntas baik
internal UNTL dan kementrian pendidikan yang mancoba memertanyakan status UNTL
(hal ini terlihat dari pembahasan AD-ART UNTL yang tidak ada ujung pangkalnya).
Bukti kepemilikan sudah jelas bahwa mulai dari fasilitas, anggaran dan tenaga
pengajarnya dari pemerintah kok masih mempertanyakannya, (ada apa ini?)
beginikah membangun pendidikan milik rakyat?
Kedua;
intervensi pemerintah dalam membatasi penerimaan mahasiswa baru dinilai tidak
adil bagi rakyat dan tidak rasional, serta terkesan ada kepentingan-kepentingan
lain yang berhubungan dengan investasi swasta dalam dunia pendidikan di Timor
Leste. Ketidakadilan tersebut merujuk pada lulusan sekolah menengah setiap
tahun berkisar 15 ribu sampai 17 ribu, namun yang tertampung di UNTL hanya 2
ribu/11% saja. Sisanya sekitar 1000 (5%) diperkirakan ditampung di perguruan
tinggi swasta termasuk yang kuliah ke luar negeri, da sisa 14 ribu (84%) akan
menjadi pengangguran. Ketidakadilan lain adalah bahwa masyarakat Timor Leste
mayoritas masih miskin sehingga pembatasan semacam itu akan menghambat hak kaum
muda negeri ini untuk akses ke perguruan tinggi.
Dilain
pihak alasan pembatasan itu tidak jelas dan masyarakat sudah dibohongi oleh
mentri pendidikan yang menjanjikan pengembangan perguruan tinggi negeri di
distrik Suai dan Lospalos yang tinggal janji. Oleh karena itu yang harus dilakukan
oleh pemerintah adalah mempersiapkan UNTL untuk menampung calon mahasiswa baru dengan
kuota minimal 50% dari lulusan sekolah menengah pada setiap tahunnya.
Tidak ada Upaya lepas dari
ketergantungan
Membangun
dunia pendidikan baik dan berkualitas merupakan hal yang harus dipikirkan oleh
para peminpin bangsa agar kedepan kita tidak lagi tergantung pada negara lain dalam
penyadiaan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing. Saat ini jumlah
mahasiswa kita yang sedang kuliah di luar negeri terutama Indonesia sekitar
5000 lebih, jumlah ini menunjukkan kepada kita bahwa betapa buruknya
pembangunan dunia pendidikan perguruan kita sehingga masyarakat memilih keluar.
Ada beberapa alasan mengapa generasi muda memilih pendidikan tinggi luar: Alasan pertama; kualitas pendidikan di
Timor Leste masih rendah dan fasilitasnya sangat terbatas, termasuk UNTL yang
merupakan universitas publik. Alasan
Kedua; Kuota yang disediakan oleh UNTL sangat sedikit sehingga memaksa para
orang tua untuk melangjutkan pendidikan ke luar negeri. Aasan ketiga; biaya
pendidikan tinggi swasta yang sangat mahal jika dibandingkan pendidikan tinggi
di Indonesia.
Penutup
Rekomendasi:
Pertama; Untuk
menyelamatkan anak-anak dan generasi muda sekarang, maka sebaiknya pemerintah
dan parlamen segera dan wajib membuat undang undang tentang anggaran pendidikan
sebagai bukti konkrit sehingga ada sebuah jaminan untuk pembangunan pendidikan
ke depan. Hal ini sudah menjadi kewajiban yang telah diamanatkan dalam
konstitusi RDTL pasal 59. Kedua; Peminpin bangsa harus
membutikan pada rakyat bahwa “
Generasi muda adalah masa depan bangsa” bukan suatu slogan dan retorika,
dan tunjukkan kepada rakyat di negeri ini bahwa mereka juga mempunyai
kesempatan yang sama dengan para penguasa. Kekwatiran kita adalah para penguasa
sekarang mempersiapkan anak-anaknya dengan menyekolahkan ke luar negeri dan
setelah 3 atau 4 tahun kembali mengambil tongkat kekuasaan dari sang bapak.
Indikasi itu terlihat dari PEMBATASAN PENRIMAAN MAHASISWA BARU YANG KEBANYAKAN
RAKYAT KECIL untuk masuk perguruan tinggi negeri. Hal lain yang kita lihat adalah
ada unsur kesengajaan dalam membangun sektor pendidikan publik yang layak dan
manusiawi bagi kepentingan rakyat miskin. Ketiga; Jabatan publik yang dipangku
oleh penguasa harus digunakan untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan
pribadi. Seperti pulalah melihat kondisi UNTL, jangan membuat kebijakan
berdasarkan kepentingan pribadi. Legalitas UNTL tidak perlu ditanyakan lagi oleh
mentri pendidikan tetapi bagaiman rasa tangjawabnya sebagai pelayan masyarakat
untuk membangun generasi berikutnya. Keempat; Sudah saatnya pemerintah
atau negara mulai menekan ketergantungan Timor Leste dalam penyediaan sumber
daya manusia dari negara lain. Hal ini bisa berkurang dengan membangun sistem
pendidikan yang berkualitas. Kelima; parlamen sebagai wakil rakyat jangan
hanya berbicara kepentingan kelompok atau pribadi tetapi lihat masa depan
bangsamu, jika masyarakat miskin Anda biarkan mereka bodoh sama halnya ingin mereka
tetap miskin dan membunuh mereka secara perlahan-lahan. Anehnya ketika menjalan
kematian rakyatmu yang miskin, kamu ( hai parlamen ) akan datang memberi
pertolongan tetapi masih selalu meminta imbalan atau harta suara mereka pada
pemilihan umum 2012. Adeus,,,,,Maofi Perreira.
Crispin da Costa Perreira. Dosen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Dili (UNDIL). Sarjana Ekonomi diperoleh dari Universitas Janabadra Yogyakarta pada tahun 2003. Kemudian menyelesaikan studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan (M.Si) pada Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta tahun 2012. Selain mengajar, juga sebagai peneliti dan aktivitis pada beberapa organisasi kepemudaan di beberapa kampus dan LSM. Waktu luang lain digunakan untuk menulis artikel artikel tentang masalah ekonomi dan sosial.